Pagi ini suasana kelas lebih riuh dari biasanya. Bagaimana tidak, mereka baru saja mendapat kabar kalau pelajaran matematika akan melakukan ulangan. Mana pelajaran pertama lagi.
Semua sibuk. Terutama Amel. Dia sama sekali tidak belajar apapun semalam, melainkan marathon komik-komik yang baru saja ia temukan di gudang rumahnya.
Tak lama setelah bel masuk berbunyi, Bu Naya –guru matematika mereka– tiba. "Assalamualaikum anak-anak, siapkan selembar kertas dan pulpen, hanya itu yang boleh berada di atas meja, Kita akan ulangan. Kalian hanya perlu menjawab jawaban yang benar saja dan tidak menulis soal. selamat mengerjakan." Bu Naya masuk-masuk langsung ke meja guru dan membagikan soal sambil mengoceh.
"Lah bu. Kok mendadak banget? Setidaknya beri kami waktu sebentar untuuk belajar dong, bu," protes Amel dan disetujui yang lain.
Bu Nayeon melirik dari atas kacamatanya. "Kenapa protes? sudah ibu beri keringanan untuk melihat buku juga."
"Oh? Boleh liat buku, Bu? Aman deh. Mel, nomor satu sampai tiga puluh jawabannya apa?" Bayu ancang-ancang akan menulis.
"Enak saja. Bayar sini kalau mau," tolak Amel.
"Perhitungan banget sama temen sendiri."
"Bayu... Bayu. Sudah ibu beri keringanan, masih saja mau menyontek. Nanti waktu besar kamu mau jadi seperti apa kalau begini terus," kata Bu Naya.
Bukannya merasa bersalah, dengan santai Bayu menjawab, "Ya, saya juga gak tahu mau jadi apa bu. Ngikutin arus saja."
Bu Naya mendelik, "Mengikuti arus saja? kamu lupa ya, kotoran di sungai itu juga hanya mengikuti arus? Dimana dia berhenti disitu dia menghilang. Rumusnya juga sama seperti hidup kamu itu."
Kami sekelas tertawa mendengarnya. "Astaga ibu... ibu ngatain saya tai?" Si Bayu malah mendramatiskan suasana.
"Heh Bayu, sudah hidup 14 tahun masa belum sadar juga kalau lo itu emang tai-able." Amel semakin ngakak mendengar kalimat Riyu –kembaran Bayu.
"Dah lah, tenggelem aja gue."
Bu Naya ikut tertawa, "Sudah-sudah, kembali fokus ke soal, waktunya udah hampir habis." Bu Naya mengetuk meja, pelan.
"Hah? Kasian sekali waktunya sudah gak lama lagi. kuburannya sudah digali, bu?" tanya Bayu –sok serius– sembari menjawab soal. "Oh, sudah nak, tadi ibu suruh kucing sekolah. Ibu lihat juga saat sedang digalinya." Bu Naya malah meladeni pertanyaan konyol Bayu.
"Oh, itu dia lagi nyangkul buat buang hajat bu, ibu gimana sih." Bayu masih tidak mengalihkan pandangan dari kertas. "Oh ya? Astaga kucingnya... tega sekali dia membohongi ibu," Lanjut Bu Naya.
"Sudah bu, gausah diladenin drama tidak jelas Bayu, lebih baik ibu ngasih jawaban untuk saya biar cepat selesai." celetuk Riyu.
"Hush, diem kamu Riyu, ibu berbicara dengan Bayu, bukan dengan kamu."
Amel menertawakan wajah pundung Riyu. Jelek sekali kalau menurutnya. "Makanya, Yu. Belajar," Nasihatnya.
"Yang tadi protes karena ulangan mendadak tolong diam," Balas Riyu.
"Dih, ngambekan." Akhirnya mereka kembali pada kesibukan masing-masing.
END
Bonus:
Gambar kegabutan Bayu di buku tulis:
Komentar
Posting Komentar