Pukul 8 malam.
Anya sudah siap dengan mukena birunya, sekarang ia sedang menunggu para sepupunya yang lain di ruang tamu. Sambil bermain hp tentunya.
Sejak sepupunya pada pindah, tak jarang mereka salat tarawih berjamaah di masjid komplek. Mereka berjalan kaki, malas bawa kendaraan.
"Assalamualaikummm!" Teriakan sepupunya sudah kedengaran tuh.
Anya langsung bangun dan manggil abang-abangnya.
"BANG JIAN! BANG JUNA! ICAN! AYUK. MEREKA SUDAH SAMPAI," Teriaknya sambil menuju kekamar bunda untuk pamit.
lima menit kemudian empat bersaudara itu tiba di teras, "Yuks," ajak Feli.
Bang Jian mengrenyitkan dahi heran. "Lah, lo masih disini?" tanyanya. Felix mengangguk. "Lebaran baru balik." yang lain sih oh aja. Feli itu sepupu mereka yang tinggal di Australia. Dia kemari karena adanya pertukaran pelajar sekolah Si Feli dan sekolah Anya.
Di perjalanan, ntar berapa kali Anya hampir menginjak genangan air. Maklum, akhir-akhir ini sering hujan. "Ck, ntar pas balik gua nyeker aja lah. AKKK!" Pekiknya saat seekor kodok melintas didepannya.
"AHAHAHAHA! MAMPUS! MISUH LAGI." ledek saudaranya.
Anya cemberut.
***
Selesai tarawih, Mereka ngumpul dulu diteras masjid, baru pulang. "Udah semua kan? jangan nanti ada yang ketinggalan kaya kemarin." tanya Bang Jian
"Udah lengkap bang, jalan." sahut Kalia, sepupu Anya yang lain. Bang Jian mengangguk.
"Eh bang, bunda ngechat minta dibelikan minyak makan sama sabun." kata Ican. Ia baru saja membuka hp. Ckckck, pergi ke masjid malah bawa hp anak ini.
"Yaudah deh, di warung bu Salim aja belinya, deket. gue ngantuk." kata bang Juna, yang pada dasarnya emang mageran. "Duain, Ican juga sakit perut," lanjut Ican. Feli juga.
"ke minimarket jalan Melati aja, kita mau sekalian jajan. Tempat bu Salim gak lengkap." Jenan memberi usulan.
"GAK GAK! NTAR LEWAT KUBURAN DONG?! ENGGAK ENGGAK!" Kalia menolak usulan Jenan. Para bocah ngangguk setuju.
"Alah, ramean kita juga daripada setan. Pun sekarang mereka kan diiket." kata bang Jian. Anya mendelik sinis, "Gak salah, tapi lo bacot."
"Nya, gua nitip aja. Ntar gua kasih ongkir deh." pinta bang Juna. Anya mengangguk.
"Dah lah ayok berangkat. jadi yang ikut itu Anya, Kalia, Jenan, Ningsih dan yang pulang Juna, Ican sama Si Feli kan?" bang Jian memastikan. Yang lain mengangguk.
Saat turun tangga, ternyata anak tangganya ada yang basah, jadi Anya memutuskan untuk melangkahinya. Sial, Anya lupa kalau dia lagi pakai gamis, alhasil malah kecebur di selokan tempat orang biasanya cuci kaki sebelum masuk masjid.
"AKKK! BASAH!" Yang lain tertawa ngakak melihatnya.
"Ck, sandal gua kemana lagi. Yaallah, itu sendal belum juga sampe seminggu dipake udah ilang aja." Anya semakin misuh ketika tau sandal jepitnya hilang. "Untung swallow."
"Itu, bodoh. Nyari pake mata bukan mulut." kata bang Jian sambil nunjuk sandal Anya yang berada di dekat pohon mangga. Padahal Anya sendiri yang letak disitu.
Makin kesal dikatain gitu, Anya melangkah selebar-lebarnya dan berakhir jatuh kesandung gamisnya. mana jatuhnya kedepan lagi, gak estetik.
"ARGHHHH! ASTAGHFIRULLAH YAALLAH! KETAWA KALIAN! eh, maaf Ustadz. Ehehe." Anyanyengir pas tau dia diliatin sama ustadz Ahmad yang lewat.
Semuanya semakin ngakak ngeliatnya.
***
Di perjalanan, tak terhitung berapa kali Anya, Anita dan Ningsih menjerit kaget karena kodok yang melintas didepan mereka.
Sesampainya disana, Anya langsung mengambil minyak goreng, sabun cuci piring dan ia kembali dengan sepupunya di rak camilan.
Tapi Anya kembali sial. Ia malah ketemu Caca, anak hits yang paling meresahkan. Banyak yang bilang dia cantik. Caca itu juga sekelas sama Anya pas smp, jadi deket sebatas teman doang sih. Tapi Anya 'berusaha' tidak bersamanya. Ngerti lah kalau anak hits itu gimana.
Anya sih iyuh aja pas ngeliatnya.
"Hai, Anya ya? Apa kabarr!!! Kangen banget tau! Lo kenapa enggak ngehubungi gue sih, kan Caca jadi makin kangen!" Caca langsung memeluk Anya pas ngeliat dia.
Anya tersenyum canggung, "em, baik kok, Ca. Gue udah ganti hp, jadi semua nomor kalian ilang, hehe."
Caca mengangguk-angguk, "Yaudah, mana hp lo, biar gua kasih nomor gua aja ke elu." Katanya.
"Gua gak bawa hp, dan gua juga gak ingat nomornya." Kata Anya sambil memperlihatkan tas kecil berisi mukenanya doang.
Caca merengut, "Yaudah, apa nama ig lu, biar gua follow. Ntar follback ya." ia memberikan hpnya pada Anya. Anya hanya menghela nafas dan mencari akunnya.
"Udah nih, ntar gua folback dirumah." Katanya. Caca mengangguk senang.
Tidak langsung pergi, Caca justru menarik Anya ke salah satu rak dan memperhatikan sesuatu disana.
"ei, Nya, lu liat gak cowok cowok disana? Ganteng ganteng banget anjir. Yang tinggi, yang gemoy, aduh cuci mata." Caca menunjuk ke depan kulkas.
Anya menyipitkan matanya untuk melihat lebih jelas. Tapi ia tidak menemukan siapapun disana. Cuma ada rombongan sepupunya doang. "Mana ih." Gerutunya.
"Itu loh, yang sama dua cewek itu. Yang pakai baju krem lumayan juga loh." Ala masih ngeliatin kearah sana.
Anya menarik nafas, "Oalah, sialan. Kirain siapa. Mana ada ganteng-gantengnya mereka." Ternyata yang ditunjuk Caca adalah rombongan sepupunya.
"Heh Ca, Asal lo tau dan ingat ya. Yang pake baju krem itu abang gua, orang yang nolak lo di lapangan dulu." Anya menatap Caca datar.
Caca kaget. "Ih sumpah? Kak Jian? Orang yang bikin gua gamon sampe sekarang? Gila makin ganteng." Caca menatap Bang Jian kagum.
"jadian aja belum sok-sokan galmon." Cibir Anya.
"Biarin! Gua mau samperin dia ah, mana tau dia inget gua terus kepincut. Kan gua sekarang udah glow up. Hahay!" Dia meninggalkan Amel dan benar-benar menghampiri Bang Jian.
"Sinting." Anya tidak jadi pergi ke tempat sepupunya, tapi ke rak mie instan.
Pas lagi milih milih mie, eh, enggak, Anya enggak milih mie tapi langsung ngambil. Soalnya dia tidak plin-plan.
Oke, pas dia lagi ngambil mie, Jenan datang nyamperin Anya. "kak kak, ini enak gak?" tanyanya sambil menunjukkan sebuah mie instan. Anya menggeleng, "Jangan yang itu Jen, gak enak. Kakak udah pernah beli, eneg. Beli rasa ayam biasa aja, gausah yang macam-macam." Ingatnya.
Jenan mengangguk dan mengambil beberapa bungkus lagi.
"Won, tadi ada cewek yang nyamperin kalian gak?" tanya Anya, namun atensinya masih pada mie.
Jenan mengangguk, "Makanya Aku kemari kak. Risih aku dekat dia. Mana sksd kali lagi. Baju ketat, gincu lebih merah dari cabe, pake highheels. Udah ada Anita sama Ningsih pun masih pede dia kesitu. Coba ada kak Anya, mungkin udah kakak semprot kali ya. Terus sok-sokan kenal bang Jian lagi. 'Hai kak Jian, inget aku gak? Aku itu yang dulu bla bla bla.' Ya kena semprotlah sama mereka," Julid Jenan.
Amel tertawa mendengarnya, "Aahaha! Kena mental gak tuh di semprot bang Jian."
Jenan ikut ketawa.
Anya tidak tahan lagi untuk memeluk dan menyubit pipi si Jenan. "aaaaa gemes banget sih, Jen! Adek sapa lu, adek gue dong. Yuk balik ketempat bang Jian. Nih pegangin mie gua." Anya memberikan mie, dan menarik Jenan yang udah pasrah di unyel.
Rombongan sepupu Anya masih berkumpul di depan kulkas. Tapi Caca sudah enggak keliatan lagi.
"Woi, anjir, lama banget sih." Kata bang Jian.
"Bodo ah. Ini gua udah selesai." Anya menunjukkan belanjaannya yang dipegangi Jenan.
"Yaudah ayuk pulang." Final bang Jian. Dilihat dari mukanya sih, kayaknya dia ngantuk.
Dan mereka pun pulang.
END
***
***
Sekian!
Komentar
Posting Komentar