Setelah makan malam, seperti biasa, setelah sholat isya dan sedang gabut, Aku dan ketiga saudaraku berkumpul di depan tv ruang tengah. Tidak ada yang masuk deluan ke kamar. Semua kegiatan kami lakukan disitu.
Mulai dari Bang Jiun yang senyum-senyum nge-chat gebetannya, Bang Ajun dan Omin yang sedang rebutan remot tv, dan aku yang mengambil kesempatan dalam kesempitan untuk menonton saluran kesukaanku.
Kalau kata bunda ketika melihat ini, "Tumben akur, biasanya juga berantem." katanya.
"biasa lah bun. berantem kami itu, buat mendekatkan atau mempererat keakraban. berhubung kami lagi capek berantem, kami nyari alternatif lain untuk mendekatkan kami berempat." Jelas bang Jiun.
Bunda tertawa mendengarnya. "Ahaha. Alhamdulillah, bagus-bagus. lanjutkan." lalu bunda keluar dari ruang tengah.
Tak lama, Ayah pulang dengan beberapa bungkus pentol.
Btw ayah baru pulang dari masjid. Ayah memang suka pergi ke pengajian sampai habis Isya. karena kelamaan, kami akhirnya makan malam deluan:)
"Eits, kalian udah makan nasi?" Ayah menahan gerakan kami menyerbu pentol. Kami mengangguk. Ayah menatap Bunda yang duduk di meja makan sambil menonton drakor. "Betul bun?" tanya Ayah memastikan. Bunda mengangguk.
Setelah Bunda mengangguk, Ayah memberikan pentolnya kepadaku. "Itu yang gede buat ayah sama bunda ya." ingatnya. "Iyaa." Aku membawa bungkusan itu ke meja.
"Omin yang gak pedas kak." -Omin
"Mana? Sini punya gue." -Bang Jiun
"Sabar, astaghfirullah." -Bang Ajun.
Aku pura-pura mengusap air mata dramatis. "Hiks, hanya Kak Junkyu yang bisa mengerti aku." kalimatku di balas oleh julitan bang Jiun. "Banyak drama lo sholehah. cepat sini punya gue."
"Nyenyenyenye, noh." aku menyodorkan miliknya, bang Ajun dan Omin. Lalu kami anteng duduk lesehan mengelilingi meja bundar depan tv. Tv-nya? biarin aja menyala biar ramai.
"Bang, tau gak?"
"Enggak." Belum selesai si Omin bicara, tapi sudah dipotong oleh bang Jiun. Omin memanyunkan bibirnya. "Iiih, kan Omin belum selesai ngomong." gerutunya. Kami tertawa melihatnya. "Ahaha, yaudah lanjut." kata bang Ajun.
"katanya sekolah The Moon mau melakukan pertukaran pelajar." kata Omin membuka percakapan. "Oh ya? darimana lo tau?" tanyaku memastikan. "Dari si Ote. Abangnya yang ceritain ke dia." jawab Omin.
"Ouh, kalo itu gue juga udah tau." celetuk bang Ajun.
"hah? darimana?" tanya Omin heran. "Dari orang yang bakal pergi langsung. Si Haekal sama Haris." kata bang Ajun.
"luas banget kayaknya ya pertemanan kalian. Sampai berita di The Moon aja sudah tau deluan. Lah gue, paling jauh aja berita gosip dari anak kelas satu." keluhku.
Tiba-tiba bang Jiun mengalihkan topik, "Eh eh, si Lia sama Si Ucok udah putus ya?" tanyanya sambil fokus pada ponselnya.
Mataku membulat karena terkejut. "Eh? beneran? berita dari mana lo?" wajar aku kaget, orang Lia itu teman dekatku, sedangkan aku menerima berita itu dari orang lain.
Bang Jiun memperlihatkan pesan di grub miliknya. "Ini si Ucok lagi nyampah di grub dengan curhatan-curhatan galaunya."
Bang Ajun segera memeriksa grub itu di hp-nya. "Lah iya yak, bang Uncuk lagi ngegalau. bilang dia putus sama pacarnya. Pacarnya itu Lia kan?" tanyanya memastikan. Aku mengangguk. "Udah lama tu dia ngegalau gitu?" tanyaku sambil melahap pentol lagi.
"Enggak, baru aj- eh? doi nelpon? ehehe." bang Jiun beranjak menuju ke kamarnya ketika ada panggilan masuk. aku sempat menangkap emot love berwarna kuning di ujung namanya.
Omin langsung melapor ke bunda, "Bundaaa! bang Jiun telponan samMMPHH!" mulutnya langsung di bekap sama bang Jiun.
"Shutttt." Bang Jiun melotot.
"Bang Jiun telponan sama cewek bun. namanya kan..." aku sengaja berhenti sejenak, melihat reaksi bang Jiun, lalu memasang ekspresi yang ngeselin.
"Mmmmmmaaaayyympphhh!" Bang Jiun gercep berganti sasaran, "Dieeemmm," desisnya.
Kami tertawa. "Pajak jadian jangan lupa ya bang!" teriakku saat dia masuk kamar.
"Emang tadi namanya siapa?" tanya bang Ajun kepo.
"Maya bang. lengkap dengan emot lope warna kuning," jawabku. "Kasian Mayanya, disamain sama tai. kuning kan warna tai," celetuk Omin.
"Ih, Omin jorok banget sih. lagi makan juga," tegurku.
Omin hanya menatapku sinis. "Eleh, sok-sokan jijik, padahal nanti habis juga," julidnya. Aku hanya nyengir.
"Maya? Mayana anak 9-3? Aduh, kasian banget si Jiun sukanya sama tu cewek." kata bang Ajun. "Loh? emang kenapa Mayana itu? dia anak baik kan?" tanyaku heran. "Dia udah punya pacar, bego. Mana dia bucin banget sama pacarnya itu," jelas bang Ajun.
Mataku dan Omin melotot. "Kasian banget bang Jiun. kayaknya dia udah berharap banget tuh." aku menatap pintu kamar bang Jiun dengan tatapan kasihan.
Tak lama ada telepon masuk, "Lah, si Lia nelpon. Oke, cukup sekian konferensi meja gibah kita hari ini, besok atau kapan-kapan kita Lia lagi. Ini nyonya Lia sudah nelpon buat curhat. saya pamit. Halo Li?" Aku masuk ke kamar, meninggalkan bang Ajun dan Omin di ruang tengah.
"Udahlah, bubar bubar." bang Ajun juga ikut pergi dari meja bundar.
Omin merdeka menguasai tv sendiri. dengan segera, ia membuka channel kesayangannya.
Foto oleh Monstera dari Pexels
***
Terima kasih sudah mampir!
Komentar
Posting Komentar